Aku sedang asik membuat laporan cashflows project yang harus kuselesaikan dan
mengirimkannya malam itu juga ke perusahaan partner kami di Paris. Aku ditemani
oleh seorang "OB" yang meski sudah beristri dan memiliki 1 orang
anak, masih suka senang meladeni/mencari-cari orang yang salah sambung telepon
ke kantor. Jam di meja kerjaku 10.30 tapi lampu (line) telepon masih menyala,
sambil istirahat sebentar, kucari pesawat mana yang masih online itu. Belum
sempat ketemu, "OB"-ku sudah panggil aku lewat intercom dari pentry
tempatnya ber-online ria, "Bang, ada yang mau ngomong nih.. ambil yang
kelap-kelip ya.." (Bang = Abang; "OB" kantorku yang satu ini
selalu meng-Abang-kan). Dengan malas kuangkat gagang telepon, sambil teriak ke "OB"-ku itu. "Siapa Nang?"
"Angkat aja.. Bang," jawabnya lagi sambil teriak dari pentry (pentry
dengan mejaku agak berjauhan).
Pada akhirnya salah sambung ini berkelanjutan jadi menarik. Nama orang yang
"salah sambung" itu adalah Lia dan dengan setia akan meneleponku
setiap 2 minggu sekali setiap jam 21:00 - 24:00 dan akhirnya aku juga jadi
menunggu-nunggu telepon dari Lia. Perlu kuberitahukan di sini, sejak pertama
telepon, Lia (aku memanggilnya "Li") ini bicaranya tidak jauh dari
selangkangan dan pusar, dan mungkin ini juga yang membuat aku ketagihan
melayaninya.
Hingga pada 4 bulan berikutnya, hari Sabtu kami copy darat. Dari situlah baru
aku kenal Li dengan wajah melayunya, kulitnya putih, tinggi 162 cm, berat 55
kg, payudara 36C, betis kecil, pantatnya kecil tapi pinggulnya lebih lebar
(bahenol), usianya sekitar 35 tahunan. Terus terang, fisiknya dari dada ke
bawah lebih meruntuhkan iman, ketimbang wajahnya. Setelah makan dan ngobrol
ngalor ngidul, kami ke luar.
"Li, mau terus pulang atau ada acara lain lagi nih..?"
"Aku tadi ijin keluar mau ke Bogor, tempat temen waktu SMA, jadi kayaknya
kalo pulang sekarangmasih kesiangan deh.. kita jalan aja yuk..!"
"Kemana?" tanyaku, sambil menggoda nakal.
"Ah.. kamu ngelantur deh.." sambil mencubit pinggangku.
aku hanya meringis, sambil aku langsung gandeng pinggangnya menuju mobil di
parkiran. Keluar dari Wendy's, aku langsung mengarahkan mobil ke tol Jagorawi.
Setelah masuk tol,
"Kok, kita ke sini.. mau kemana?"
"Ya.. ke Bogor lah.. paling tidak kan, kamu nggak terlalu banyak
bo'ongnya."
Lia diam saja sambil merenggut manja dan memalingkan wajah ke luar.
Kupegang bahunya, "Jangan marah gitu doong, eh.. tapi kamu manis juga kalo
lagi cemberut gitu.." lagi-lagi Lia mencubitku di pinggang. Kali ini
kubiarkan, malah kutangkap tangannya dengan tangan kiri, dan kutaruh tangannya
di pangkuanku. Lia tidak menarik tangannya, malah mengelus-elus perlahan bagian
terlarangku sampai menggeliat di balik celana. Mobil memasuki jalan desa di
pesisir Kali Cisadane dan berbelok masuk ke rumah yang kubeli untuk beristirahat.
"Li.. kita udah sampai, yuk.. masuk.." aku mendahului langsung masuk
kamar, membuka kaos dan jeans lalu menggantinya dengan celana pendek.
"Li, kalo kamu mau pakai celana pendek atau kaos, di dalam ya.."
teriakku dari dalam.
"Iiihh.. emangnya aku mau langsung ngamar gitu.." sambil berjalan
ragu-ragu, melongokkan wajah ke pintu kamar.
"Eh.. yang mau begituan siapa..?"
"Aku mau berenang di kali bawah, kalo kamu mau ikut, ganti kaos dan celana
pendek, nih.."
Belum lagi Lia masuk, aku sudah berlari ke luar dan di pintu bertabrakan dengan
Lia yang maumasuk. Kami jatuh bertindihan dan tertawa bersama-sama. "Li,
gila nih.. aku jadi kepinginbanget.. tadi niatnya mau berenang, tapi jadi
berubah kebelet gini.." Dengan refleks kubopong Lia ke dalam kamar dan
kubimbing untuk berdiri sambil kupeluk dari belakang, mulut dan bibirku ramai
dengan kecupan rangsangan yang lembut namun bergairah di telinga, tengkuk, dan
leher, tanganku mengusap-usap di sekitar perut. Ketika rangsangan itu menjalar
di dadanya, Lia membalik, "Gi.. Aku juga spaning, nih.." sambil
bibirnya terbuka dengan gemetar sensual karena gairah, mencari-cari bibirku.
Kulumat bibirnya, kukecup bibir bawahnya dan kuputar dan kulepaskan dan
langsung memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Belum lagi Lia siap, aku sudah
menangkap lidahnya dan menghisapnya dalam-dalam, sambil tangan kiri menopang
punggung, tangan kanan menjalar di antara dua bukit kembar bergantian. Lia
terlihat sangat bergetar, menahan gejolak akibat rabaan tanganku di dadanya dan
sedotan mulutku pada lidahnya sembari berjalan perlahan ke belakang untuk
bersandar pada dinding kamar. Kutarik lepas BH-nya, aku agak renggangkan dan
mengangkat tangannya ke atas untuk melepas t-shirtnya, dan menarik turun jeans
beserta celana dalam yang dipakainya.
Lia tidak ketinggalan menarik lepas celana pendek dan CD yang kukenakan
sekaligus, aku pun melepas kaosku sendiri. Sehingga kami sudah berbugil ria
tanpa sehelai benangpun yangmelekat. Pada posisinya berdiri kujilati sekitar
permukaan vaginanya, jari-jariku bermain indah menyibakkan rambut di belahan
kemaluannya yang coklat kemerahan dan lembab yang beraroma khas wanita,
menciumi bibir luar vagina sebelah luar dan menjepitnya dengan bibir serta
menariknya dengan lembut, melepaskannya, dan berulang-ulang, terlihat Lia
menggeletar dan sedikitmembungkuk, menahan geli dan gejolak yang luar biasa,
"Ssshh.. ah.. Gi.. sshh.. aduuhh.. enak bangeet.. sshh.. ahh.."
kumasukkan lidah ke dalam liang vagina dan mengeluar-masukkannya secara
teratur. Vagina Lia sudah banjir air liur dan cairan birahi kewanitaannya.
Lia memegang rambutku dan menekan-nekan kepalaku ke arah vaginanya, sambil
menceracau. "Ogi.. ahh.. sshh.. terus masukin lagi.. sayang.. aduhh..
ahh.. lebih enak oralnyaini dari pada online, sayangghh.. sshh.. ahh.."
(Selama kurang lebih 4 bulan Liaselalu melakukan
"bercinta/mastubrasi" selama sedang online denganku). Kubimbing Lia
untuk merebah di lantai yang berkarpet, dan kuputar tubuhku 180 derajat
sehingga posisi "69", dan langsung dilahapnya kemaluanku yang sudah
menegang dan mengacung melengkung ke atas, dikulum, disedot, bukan main
nikmatnya, sampai-sampai tidak bisa berkonsentrasi untuk mengerjaivaginanya.
"Aahh.. agghh.. sshh agghh.." Hampir 10 menit kami melakukan posisi
itu, dan sambil mengangkat pantatnya dan pinggulnya, Lia mengeluarkan cairan
dari vaginanya, lembut hangat terasa di ujung lidahku. Aku seka dengan lidah
dan kusedot sampai kering, nikmat sekali protein itu, dan Lia berhenti sejenak
untuk ketegangan dan orgasme yang dilaluinya. "Ahh.. ahh.. ayo bikin aku
keluar lagi sayang.."
Kuusap lagi vaginanya dan menekan-nekan di antara lubang vaginanya yang kiri
dan kanan, sambilmenarik-narik rambut kemaluannya, sambil menjepit klitorisnya
dengan bibirku. Sekali-kali kujulurkan lidahku menyentuh bagian dalam
vaginanya, dari kekenduran sehabis orgasme. Vaginanya mulai terlihat menegang
kembali, terus kupacu sampai kembali berdenyut-denyut seperti nadi. Sementara
batang penis dan "topi baja" tak henti-hentinya dikerjai dan dijilati
oleh Lia, yang hampir aku tidak kuat menahan. Sebelum terlontar, ternyata Lia
sudah benar-benar "siap tempur" di vaginanya. "Ayo, Gi.. masukin
kontol kamu ke memekku, aku udah enggakkh shhabar.. nihh..ahh.."
Kulepaskan perlahan penisku dari genggaman dan kulumannya. Posisi kami
sekarangberhadap-hadapan, kuangkat/berdirikan pahanya dan posisi telapak kaki
tetap pada karpet, sehingga vaginanya benar-benar terlihat dan terkuak dengan
lebarnya, dan kupandangi.
"Li, memek kamu seksi banget, belum pernah aku nemuin yang kayak
gini.." (berbohong).
"Ayoo.. dong Gi.. udah nggak nahan nih.. kok cuma diliatin aja sih,"
sambil memegangi paha.
Terus ke arah vagina yang sudah lembab dan licin itu, kuarahkan penis yang sudah
menegang melengkung dan mengkilap kepalanya itu ke vaginanya. Perlahan-lahan
masuk, dan dengan tiba-tiba kutancapkan sampai sedalam-dalamnya. "Aghh..
gila.. kamu.. asshh.." tanpa menjawab kuputar searah jarum jam
berkali-kali dan ke arah sebaliknya tanpa menarik penis, baru perlahan-lahan
kutarik dan tekan, mulailah ceracaunya, "Aaghh.. Gi.. ahh.. agghh.."
aku juga mengalami hal yang sama, "Li.. memek kamu hangat, dan kayak
ngejepit kontolku nih.. ahh.. agghh.." Peluh sudah membanjir di tubuhku
dan Lia, cairan birahi telah membanjir di dinding vagina Lia, sehingga
menimbulkan suara yang romantis dan binal, "SsebBH.. beebb.. sebb.."
berulang-ulang.
Lebih 15 menit kutarik keluar seluruh penisku, sehingga menimbulkan bunyi,
"Plob.." Lia benar-benar sedang "on" dan nyaris klimaks,
dan langsung melihat ke arahku.
"Kenapa dicabut sayanghh.."
"Sabar, ya.. kamu udah mau keluar khan.. tahan dulu yah.." sembari
ganti posisi sambil kami istirahat, biar asik klimaksnya.
Tanpa menjawab Lia setuju dengan alasan yang kuberikan. Kutelungkupkan posisi
merangkak (doggy style) dan kumasukkan ke vaginanya, terpeleset.. dan dengan
bantuan tangan Lia akhirnya penis yang sudah mengkilap saking tegangnya itu
berhasil masuk ke dalam, dan mulai menarik dan mendorong pantat untuk menikmati
permainan ini sampai puncak. kuraih bukit kembar yang bergelantungan, kuusap
putingnya, kutarik-tarik dan kutekan, kujilati punggungnya yang penuh dengan
peluh. Terlihat Lia menegang dan aku tidak tahan lagi, kucabut penis dan
kubalikkan posisi Lia menjadi terlentang, kembali kumasukkan penisku ke
vaginanya terus kupertahankan irama permainan sesantai mungkin. Rupa-rupanya
cara inilah wanita yang biasatergila-gila dalam mencapai orgasme klimaksnya
yang tiada tara.
"Gi.. tekan sayang.. ahh.. agghh.. sshh.." bergantian ceracau kami
berdua. Kamisama-sama menegang, terus berpacu dengan kenikmatan gelora yang
tiada tara, dan pada hampir menit ke-50, kubisikkan kepada Lia,
"Aku.. udahh.. mau keluar.. sayangghh.. agghh.. sshh.., bagaimana dengan
kamu..?"
"Aku juga mau keluarhh.." jawab Lia sambil merem-melek.
"Ayoo.. kita keluarin bareng yahh.. aduhh.. sshh.. agghh.."
Kami menegang, Lia menjepit pinggangku dan menjambak rambutku. Kuhisap
bergantian puting bukit kembarnya sambil sekali-kali kumasukkan semuat-muatnya
gundukan bukit itu dan kuhisap serta dilepaskan. Lia tampak
menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak tahu mana yang lebih nikmat pada
penghujung permainan seks ini, dan aku tidak tahan, hampir bersamaan kami
keluarkan cairan bersamaan, seolah tidak ada kering-keringnya. Hampir 14 kali
tembakan penisku menyemburkan sperma di dalam vagina Lia, demikian Lia juga
kurasakan mengalir seperti mata air, air mani yang dikeluarkannya pada saat
klimaks.
Pulang dari Bogor, kuantar Lia ke rumahnya. Sampai di rumah, ternyata Lia masih
berhasrat lagi, kebetulan di rumah hanya ada anaknya yang sudah kelas 2 SMU
sedang tidur siang dan pembantu sedang mencuci di belakang. Aku khawatir juga,
karena bermain api di kandang macan.
"Suamimu pulang jam berapa?" tanyaku pelan.
"Dia sih jam 9 malam baru sampai," jawab Lia sambil menyodorkan
minuman marquisa dingin.
"Yuk.. kita ke atas!" ajaknya sambil manarik tanganku, dan lagi-lagi
aku menurut.
Baru saja kami melakukan warming up dan saling membelai dan berciuman,
tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan-lahan dan entah sudah berapa lama Ita
anak Lia berdiri di situ sambil memperhatikan mamanya sedang aku kerjai, sampai
pada suatu waktu kami melihatnya dan refleks menghentikan segala aktifitas.
"Kok berhenti Mah.." aku diam dan sedikit pucat, lebih-lebih Lia,
sebaliknya Ita dengan tenangnya menghampiri kami.
"Mah.. tenang aja, Ita ngerti kok, Ita juga udah pernah kayak gini, sama
Mas Andre."
Belakangan aku tahu Andre adalah pacar Ita. Dengan mengorbankan aku, Lia
bilang,
"Ini Mas Ogi mau pulang, tapi maksa Mamah untuk dicium, Mamah malu, jadi
ngasihnya di sini aja (atas loteng),"
Lebih terkejut lagi, aku dan Lia,
"Udahlah Mah.. aku udah tahu kok kesepian, Mamah terusin aja, dan pasti
aman, tapi asal aku boleh liat."
Kami berpandangan, tapi jengah untuk meneruskan. Dengan santainya, Ita
membukapakaian SMU-nya, dan terus memandangi kami. Akhirnya Lia memeluk Ita dan
meminta maaf, tapi dengan halus Ita mendorong Lia dan mengalungkan tangannya ke
leherku dan menciumiku. Hilang semua kekakuan, dan akhirnya Lia membantu
melepaskan pakaian yang kupakai dan akhirnya melepas pakaiannya pula. Jadilah
pertandingan 2 lawan 1. Gila anak dan ibu sekaligus. Ita ternyata memiliki gaya
konvensional, meski dia sudah beberapa kali melakukan hubungan seks, sehingga
mau tidak mau Lia harus mengalah ketika Ita kukerjai dan kulumat. Yang paling
banyak kami lakukan adalah dengan gaya telentang atau duduk dan bergantian. Lia
dan Ita di atas sambil ber-rodeo di atas rudal yang berdiri kokoh. Ketika Lia
menggunakan doggy style, Ita berada di atas punggungnya (tidak sampai
menduduki) dan vaginanya mengarah ke mulutku dan kukerjai habis-habisan sampai
berkali-kali. Ia menjerit karena klimaks prematur akibat sensitifitas
rangsangannya yang begitu peka.
Lia telah bercucuran peluh, aku dan Ita juga serupa, dan permainan itu hampir 2
jam kami lakukan karena Ita cepat keluar dan cepat sekali "on",
sementara Lia terkontrol karenasedikit agak malu bersaing dengan Ita, serasa
spermaku terkuras habis. Jika dengan Lia, kumuntahkan di dalam vaginanya,
sedangkan dengan Ita kukeluarkan di mulutnya. Ita dengan terampil menyedotnya
sampai tuntas. Sampai akhirnya kami terkulai lemas di kamar atas, ketika sedang
maghrib, aku diam-diam meninggalkan kamar itu dengan lunglai. Sejak itu tidak
pernah lagi Lia menghubungiku, dan aku pun segan untuk menghubunginya, namun
permainan seperti ini baru sekali dalam pengalaman seks-ku. Ma'afkan dan
terimakasih untuk Lia dan Ita atas pengalaman itu, karena salah sambung.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya di Blogger Tazix